Rabu, 13 Maret 2013

dictyosom


BADAN GOLGI (DYCTIOSOM)
PADA SEL TANAMAN

Description: Description: E:\organisasi\logo undip\logo undip hitam.jpg

Disusun Guna Melengkapi Tugas Mata Kuliah
Struktur Perkembangan Tumbuhan
Jurusan Biologi
Dosen  :
Dr. Erma Prihastanti,M.Si.
Oleh    :
Khoirul Huda
NIM.24020110130060

Jurusan Biologi
Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Diponegoro
2013


Bab I
Pendahuluan
Badan Golgi (disebut juga aparatus Golgi, kompleks Golgi atau diktiosom) adalah organel yang dikaitkan dengan fungsi ekskresi sel, dan struktur ini dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop cahaya biasa. Organel ini terdapat hampir di semua sel eukariotik dan banyak dijumpai pada organ tubuh yang melaksanakan fungsi ekskresi, misalnya ginjal. Setiap sel hewan memiliki 10 hingga 20 badan Golgi, sedangkan sel tumbuhan memiliki hingga ratusan badan Golgi. Badan Golgi pada tumbuhan biasanya disebut diktiosom.
Badan golgi atau aparatus golgi atau dictiosom mempunyai perananan penting dalam sel dan fisiologi tanaman. Aparatus golgi dianggap berperan dalam pembentukan dinding sel tumbuhan karena mempunyai enzim- enzim yang berhunungan dengan sintesis selulosa dan peletakanya dalam dinding sel. Aparatus golgi dapat dianggap sebagai pusat pembuatan , penggudangan, pemilahan dan pengiriman. Di organel ini produk-produk semisalnya protein, dimodifikasi dan disimpan serta kemudian dikirimkan ke berbagai tujuan lain. Tidaklah mengherankan, aparatus golgi sangat ekstensif pada sel-sel yang terspesialisasi untuk sekresi.
Berdasarkan fungsi dan peran penting aparatus golgi atau diktiosom dalam perkembangan dan fisiologi tanaman, pengetahuan mengenai struktur , karakteristik serta perkembangan dari aparatus golgi menjadi sangat penting dalam upaya pemuliaan tanaman melalui bioteknolgi pada tanaman.


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Dictiosom (Aparatus Golgi)
Badan Golgi (disebut juga aparatus Golgi, kompleks Golgi atau diktiosom adalah organel yang dikaitkan dengan fungsi ekskresi sel, dan struktur ini dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop cahaya biasa. Organel ini terdapat hampir di semua sel eukariotik dan banyak dijumpai pada organ tubuh yang melaksanakan fungsi ekskresi, misalnya ginjal. Setiap sel hewan memiliki 10 hingga 20 badan Golgi, sedangkan sel tumbuhan memiliki hingga ratusan badan Golgi. Badan Golgi pada tumbuhan biasanya disebut diktiosom (Anonim,2013).
Menurut Utami,dkk (2008) Aparatus Golgi atau diktiosom merupakan bangunan yang tersusun oleh saluran-saluran yang dibatasi oleh membran. Utami dkk (2008) juga menyatakan bahwa diktiosom diduga timbul dari retikulum endoplasma dan dianggap berperan dalam pembentukan dinding sel tumbuhan karena mempunyai enzim- enzim yang berhunungan dengan sintesis selulosa dan peletakanya dalam dinding sel.
Aparatus golgi pada sel tumbuhan panjangnya berkisar 1-3 mikron, tebal (tingginya) mencapai 5 mikron. Unsur utama aparatus golgi adalah bagaian yang terbentuk seperti cawan pipih bersusun 4-7 buah disebut cisternae, kemudian dikelilingi oleh saluran-saluran yang saling beranastomosis membentuk jala yang disebut tubula. Pada ujung tubula terdapat gelembung gelembung yang disebut vesikula.

Description: D:\kuliah\sp\spt\tugas\gambar\httpadhinazdahanifati.blogspot.com2012_09_01_archive.html.jpg
Gambar 2.1 Diktiosom (Aparatus Golgi) (Anonim,2013)


B.      Asal Usul Badan Golgi
Menurut (Sheeler dan Bianchii, 1983) ada tiga sumber yang diusulkan yang diduga sebagai asal badan golgi, yaitu:

1.Vesikula-vesikula yang berasal dari membran luar salut inti atau retikulum endoplasma.
2.Vesikula-vesikula atau struktur-struktur sitoplasma yang lain.
3.Pembelahan dari badan golgi yang telah ada di dalam sel.
Sisterna dari golgi dapat dibentuk dari vesikula-vesikula yang berasal dari membran luar salut inti atau reticulum endoplasma. Vesikula-vesikula transisi bermigrasi ke permukaan pembentukan dari badan golgi dan selanjutnya berfusi dengan membran sisterna badan golgi yang sudah ada. Dengan cara ini, satu kompleks golgi dapat dibentuk secara sempurna.
Agregasi-agregasi dari vesikula transisi terjadi pada daerah sitoplasma yang disebut zona eksklusi (zones of exclusion) yang bebas ribosom. Zona tersebut biasanya dikelilingi oleh membran-membran retikulum endoplasma atau membran inti. Badan golgi-badan golgi sederhana diasumsikan telah ada pada awal perkembangan organel yang dijumpai pada zona tersebut. Beberapa bukti bahwa badan golgi terbentuk pada zona eksklusi (Sheeler dan Bianchii, 1983) adalah sebagai berikut:

1. Sel-sel pada biji yang dorman pada umumnya tidak memiliki badan golgi, namun pada zona eksklusi terdapat kumpulan vesikula-vesikula kecil. Hasil fotomikrograf pada sel biji pada stadium awal perkecambahan mendukung adanya perkembangan badan golgi yang progresif pada zona eksklusi. Perkembangan badan golgi bertepatan dengan hilangnya vesikula-vesikula tran-sisi.

2. Pada telur katak, badan golgi tampak berkembang dari kelompok-kelompok vesikula yang terdapat pada zona eksklusi.

Selama berlangsungnya pembelahan sel pada sel hewan dan tumbuhan, jumlah badan golgi meningkat. Jumlah badan golgi yang dijumpai pada sel anak setelah pembelahan sama dengan jumlah badan golgi pada sel induk. Pada algae Botrydium granulatum yang multinukleat, pada setiap kutub sel yang sedang membelah tepat pada pembentukan spindel, terdapat sebuah badan golgi. Pada metafase lanjut, kedua  badan golgi tersebut terdapat pada setiap ujung spindel dan dipisahkan oleh sentriol. Hal tersebut mendukung bahwa badan golgi dapat dibentuk melalui pembelahan organel.
Pembentukan badan golgi dari retikulum endoplasma melalui peleburan sisterna yang berbentuk tubular yang terdapat pada bagian perifer dari retikulum endoplasma kasar. Hal ini terlihat pada sel-sel hati embrio. Pada saat sel-sel hati matang, sisterna tubular berubah menjadi bentuk mangkuk, kemudian bagian luar dari sisterna dibentuk vesikula-vesikula sekresi. Fenomena yang serupa dijumpai pada zoospora dan pembentukan sperma.
C.      Komponen Penyusun Badan Golgi
Aparat golgi mempunyai bentuk yang sangat berbeda-beda (pleomorfik) pada beberapa sel bentuknya kompak dan terbatas sedang pada macam sel lain bentuknya berupa jalinan dan tersebar. Namun pada dasarnya badan golgi berupa kumpulan rongga-rongga yang pipih, berbentuk mangkok, dikelilingi oleh vesikel-vesikel. Aparatus golgi dapat ditemui dan dikelilingi inti, ditepi atau tersebar . jumlahnya mulai dari satu buah sampai ratusan tiap sel. Dengan mikroskop electron badan golgi dapat dilihat strukturnya  merupakan membrane khusus yang mempunyai bentuk bervariasi.
Telah terbukti ,bahwa organel ini dijumpai dalam hampir semua jenis sel hewan dan tumbuhan. Aparatus golgi terdiri dari tiga komponen :
1.Cisternae
Merupakan bangunan dasar.yang menjadi ciri apparatus golgi Terdiri Dari sekitar 5 lempeng cisterna yang sejajar melengkung bentuk piala tiap cisterna berupa kantung gepeng tertekuk. Bagian tepi tiap cisterna biasanya menggembung dan berlobang-lobang. Dibagian tepi itu ada pembuluh yang menghubungkan semua cisternae sesamanya.daerah tepi itu juga memiliki tonjolan-tonjolan yang akan cepat membentuk vasikula-vasikula atau mungkin juga bakal membentuk cisterna baru.

2.Vesikula
Bagian vesikula terdapat dibawah (sebelah kedalam sel) bagian cisternae yang terdiri dari banyak gelembung serta memiliki warna yang terang. Vesikula tumbuh dari reticulum endoplasma. Mungkin dekat kebagian cisternae vesikula tergabung membentuk cisterna baru.

3.Vakuola
Bagian ini berada dibagian atas (sebelah puncak) yang terdiri dari banyak gelembung. Vakuola berisi bahan sekresi (getahan) cisterna bagian atas akan pecah dan membentuk vakuola.Bahan sekresi dalam vakuola disekresi dengan cara exocytosis

Protein yang akan disekresi / glikoprotein yang telah disintesa diretikulum endoplasma,masuk apparatus golgi lewat vesikula yang tumbuh lepas diujung-ujung reticulum endoplasma dan yang terdekat dengan badan golgi. Pembentukan vesikula tersebut diawali dengan terbentuknya gembungan berupa kuncup dibagian ujung RE/ juga dimembran luar selaput inti. Gembungan ini lepas ,menjadi vesikula. Vesikula bergabung-gabung membentuk cisternae. Didalam cisternae protein atau glikoprotein itu diproses lagi, lalu dibungkus-bugkus kecil dalam vakuola melalui gelembung-gelembung diuung cisternae teratas , kemudian lepas menjadi vakuola yang telah berisi bahan sekresi.

D.     Struktur Anatomi Badan Golgi
Aparatus golgi terdiri dari kantong-kantong pipih bermembran-sisterna-yang terlihat seperti tumpukan pita bread (roti pipih) yang bisa dipotong dan diberi isi (Campbell et al,2008). Campbell et al (2008) juga menyatakan bahwa membran setiap sisterna dalam suatu tumpukan pada diktiosom memisahkan ruang internal sisterna dari sitosol . Vesikel  yang terkonsentrasi didekat aparatus golgi terlibat dalam transfer materi diantara bagian-bagian golgi dan struktur lain.
Pengamatan dengan mikroskop elektron menunjukkan bahwa badan golgi tampak menyerupai kantung-kantung pipih dengan sejumlah struktur-struktur perifer yang bervariasi. Setiap kantung pipih diberi nama sakula atau lamella atau sisterna. Setiap sakula berbatas membran dengan tebal kurang lebih 7,5 nm dan di dalamnya terdapat ruang dengan lebar berkisar 15 nm yang diberi nama lumen (Sheeler dan Bianchii, 1983).
Sisterna pada permukaan pembentukan berbentuk cembung, sedangkan sisterna pada permukaan matang berbentuk cekung. Vesikula-vesikula sederhana yang berada disekitar permukaan pembentukan akan berfusi dan berkontribusi menambah struktur badan golgi. Vesikula-vesikula yang terdapat di sekitar permukaan matang lebih besar dan dibentuk dari permukaan sisterna. Vesikula-vesikula sederhana juga dilepaskan dari bagian tepi sisterna diantara permukaan pemebentukan dan permukaan matang.
Jarak antar lamella dalam suatu diktiosom berkisar 20 nm. Jumlah lamella pada suatu diktiosom kurang lebih 10 buah. Permukaan kompleks golgi yang terorientasi ke arah retikulum endoplasma disebut permukaan pembentukan atau permukaan cis. Sedang-kan permukaan yang lain disebut permukaan matang atau permukaan trans yang terorientasi ke arah membran plasma (Sheeler dan Bianchii, 1983).
Tumpukan golgi memiliki polaritas struktural tersendiri, dan membran sisterna pada sisi-sisi tumpukan yang berlawanan berbeda dalam hal ketebalan dan komposisi molekulernya. Kedua tumpukan golgi disebut sebagai sisi cis dan trans : sisi cis bekerja sebagai bagaian penerimaan sedangkan sisi trans bekerja sebagai bagian pengiriman pada aparatus golgi. Sisi cis biasanya terletak di dekat  retikulum endoplasma. Vesikel transport menggerakkan materi dari RE menuju AG. Suatu vesikel yang bertunas dapat menambahkan membranya dan isi lumenya ke sisi cis dengan cara berfusi (bergabung) dengan membran golgi. Sistem trans memunculkan vesikel yang terlepas dan berpindaah ke tempat lain.
Belum lama ini ahli biologi masih menganggap golgi sebagai struktur statik, dengan berbagai produk dalam tahap-tahap proses berbeda yang di transfer dari suatu sisterna ke sisterna berikutnya melalui vesikel. Meskipun hal ini mungkin terjadi, riset terbaru telah menghasilkan model baru golgi sebagai suatu struktur yang lebih dianamik. Berdasarkan model yang disebut model pematangan sisterna, sisterna golgi sebenarnya bergerak maju dari sisi cis dan trans, mengangkut dan modifikasi muatanya sambil bergerak.
Description: D:\kuliah\sp\spt\tugas\gambar\campbell 6.jpg
Gambar 2.2 Dictiosom (Capbell et al,2008).
E.      Fungsi Aparatus Golgi pada tanaman
Menurut Zhang dan Staehelin (1992) fungsi utama badan golgi pada tanaman adalah memodifikasi glikoprotein dan proteglikan dengan karbohidrat dan mensintesis pembentukan dinding sel pada sel tanaman.
Badan golgi pada kebanyakan sel terutama berfungsi dalam hubungannya dengan fungsi sekresi. Permukaan pembentukan yang terletak di dekat inti atau di dekat bagian khusus dari retikulum endoplasma yang tidak memiliki ribosom dinamakan retikulum endoplasma transisi. Membran inti dan retikulum endoplasma halus adalah sumber vesikula-vesikula sederhana yang berfusi dengan permukaan pembentukan. Beberapa vesikula-vesikula besar dibentuk dari permukaan matang dinamakan vesikula sekresi dan kelak akan berfusi dengan membran plasma (Sheler dan Bianchii, 1983) dalam Anonim (2011).
Badan golgi merupakan organel berbatas membran di dalam sel eukariota yang berperan dalam berbagai fungsi penting, meliputi (i) mengemas bahan-bahan sekresi yang dilepaskan dari sel, (ii) pemrosesan protein meliputi glikosilasi, fosforilasi, sulfasi dan proteolisis selektif, (iii) tempat utama sintesis karbohidrat, menyortir dan mendistribusikan produk produk retikulum endoplasma (Sheeler dan Bianchii, 1983; Allar, 2005), (iv) sintesis glikolipida, dan (v)proliferasi elemen-elemen membran untuk membran plasma (Sheeler dan Bianchii, 1983) dalam Anonim (2011).
Seperti diungkapkan sebelumnya bahwa, fungsi dari kompleks golgi adalah sebagai tempat pemrosesan protein pasca translasi. Protein-protein tersebut berasal dari lumen retikulum endoplasma dan bergerak ke badan golgi. Ada dua cara bagaimana protein melewati permukaan pembentukan ke permukaan matang dari badan golgi, yaitu (i) Model Sisternal Progression atau model transport vesikula dan (ii) Model Sisternal Transfer atau model pematangan sisterna (Thorpe, 1984; Allar, 2005) dalam Anonim (2011).
Pada model sisternal progression, vesikula-vesikula yang berisi protein yang berasal dari retikulum endoplasma berfusi dengan permukaan pembentukan dari badan golgi untuk mengalami proses lebih lanjut. Kemudian setiap sisterna bergerak melalui tumpukan badan golgi ke arah permukaan trans. Pada permukaan trans, sisterna dipecah-pecah menjadi sejumlah vesikula kecil yang membawa protein ke tujuannya. Kelemahan model ini adalah karena sisterna badan golgi mempunyai sifat-sifat yang berbeda, sehingga sulit untuk menjelaskan bagaimana satu sisterna dengan sifat-sifat tertentu dapat berubah menjadi sisterna dengan sifat-sifat lain (Thorpe, 1984; Allar, 2005) dalam Anonim (2011).
Pada model sisternal transfer, protein bergerak dari satu sisterna ke sisterna yang lain melalui pembentukan vesikula-vesikula kecil yang dilepaskan dari sisterna sebelumnya. Vesikula-vesikula tersebut bergerak maju dan berdifusi dengan sisterna berikutnya. (Thorpe, 1984; Allar, 2005) dalam Anonim (2011).
Kompleks golgi berfungsi dalam biosintesis glikoprotein dan glikolipida. Glikoprotein adalah protein yang mengandung karbohidrat yang terikat secara kovalen, biasanya berupa Dgalaktosa, D-mannosa, L-fucosa, D-glukosamin, N-asetil-Dgalaktosamin, dan asam N-asetil-muramat atau asam sialat. Unit-unit monosakarida tersebut terikat dalam rantai oligosakarida (Anonim,2011).
Bahan-bahan yang akan disekresikan pada akhirnya berkumpul pada permukaan trans badan golgi dan kemudian dilepaskan dalam bentuk vesikula. Vesikula-vesikula sekresi melepaskan kandungannya dengan dua cara, yaitu secara konstitutif dan secara regulatif. Sejumlah protein-protein terlarut maupun yang terikat membran yang baru disintesis, lipida membran plasma yang baru disintesis dilepaskan dengan cara konstitutif, artinya tidak tergantung pada signal-signal tertentu seperti hormone atau neurotransmitter. Sejumlah protein-protein tertentu yang tersimpan di dalam vesikula sekresi hanya dapat dilepaskan bilamana ia menerima sinyal-sinyal tertentu yang berasal dari hormone atau neurotransmitter. Sekresi seperti ini dinamakan sekresi regulative (Anonim,2011).
Kompleks golgi selain berperan dalam sekresi, juga memainkan peranan dalam persiapan protein-protein untuk organel-organel seperti lisosom dan membran plasma. Protein -protein yang dipersiapkan untuk lisosom atau membran plasma disintesis oleh ribosom-ribosom yang melekat pada retikulum endoplasma kasar. Beberapa dari protein-protein  tersebut dilepaskan ke dalam lumen reticulum endoplasma dan yang lain tetap pada membran reticulum endoplasma dan kelak menjadi dinding vesikula transpor. Dalam beberapa menit setelah sintesis, protein-protein tersebut tampak pada permukaan cis dari badan golgi.
Mekanise transport protein dari lumen RE ke badan golgi berlangsung melalui vesikula transport. Vesikula transport berfusi dengan permukaan cis badan golgi. Selanjutnya protein berpindah dari suatu sisterna ke sisterna berikutnya hingga mencapai permukaan trans. Protein-protein yang dipersiapkan untuk menjadi komponen membran lisosom dan membrane plasma tetap tertanam pada membrane RE. Protein tersebut diranspor dengan cara yang sama, namun pada saat tiba pada sasaran, protein tersebut tetap terikat pada membran (Anonim,2011).
Protein-protein yang disintesis pada reticulum endoplasma yang diperuntukkan untuk membran plasma, lisosom, dan vesikula sekresi, diangkut ke badan golgi pada permukaan pembentukan. Protein-protein yang sampai pada permukaan pembentukan kompleks golgi bersama-sama dengan protein membran retikulum endoplasma. Vesikulavesikula yang dilepaskan dari permukaan trans tidak mengandung protein membran retikulum endoplasma. Kompleks golgi berperan memilih protein membran reticulum endoplasma oleh vesikula-vesikula kecil dari sisterna badan golgi permukaan pembentukan (Anonim,2011).
Rothman (1981 dalam Thorpe, 1984) dalam (Anonim,2011) membedakan permukaan pembentukan badan golgi dengan permukaan matang badan golgi. Permukaan pembentukan terdiri atas semua sisterna golgi kecuali satu atau dua yang terakhir. Peranan permukaan pembentukan adalah memilih protein retikulum endoplasma yang akan dikembalikan ke reticulum endoplasma. Permukaan matang dari badan golgi terdiri atas ½ sisterna permukaan yang berperan menerima protein yang telah dimurnikan dan menyebarkan melalui vesikula-vesikula ke lokasinya yang tepat di dalam sel. Rothman (1981) mengusulkan bahwa badan golgi terdiri atas tiga kompartemen yaitu kompartemen cis (kompartemen pembentukan), kompartemen medial, dan kompartemen trans (kompartemen matang). Kompartemen cis memilih dan melepaskan protein-protein retikulum endoplasma dan juga menambah gugus fosfat ke gula terminal protein lisosom. Kompartemen medial (terdiri atas sisterna di tengah-tengah tumpukan golgi) merupakan tempat penambahan Nasetilglukosamin. Sedangkan kompartemen trans merupakan tempat penambahan unit-unit galaktosa dan asam sialat, juga memilih berbagai protein sesuai dengan tujuan akhirnya. Penambahan gugus fosfat pada gula terminal protein lisosom dalam kompleks tersebut untuk mencegah penambahan Nasetilglukosamin dalam kompartemen medial dan penambahan galaktosa dan asam sialat dalam kompartemen trans (Anonim,2011).
Badan golgi berperan dalam pembentukan papan sel dan dinding sel. Papan sel dan dinding sel terbentuk selama anafase dan telofase mitosis dan miosis kedua. Sebelum anafase, kompleks golgi berada di luar kumparan. Selama anafase, kompleks golgi melepaskan vesikula-vesikula menuju pusat kumparan dan menimbun disekitar benang-benang kumparan. Vesikula berisi senyawa pembentuk papan sel dan dinding sel (Anonim,2011).
Vesikula-vesikula yang berasal dari badan golgi berisi bahan untuk pembentukan papan sel dan dinding sel. Di dalam sitoplasma terdapat mikrotubul-mikrotubul yang tersusun parallel dan disebut fragmoplas. Vesikula-vesikula yang berasal dari badan golgi berhubungan dengan fragmoplas dan ditransportasikan sepanjang mikrotubul ke arah ekuatorial dan terakumulasi pada daerah dimana mikrotubul mengalami overlapping. Vesikula-vesikula yang mengandung bahan untuk papan sel dan dinding sel diakumulasikan pada daerah ekuatorial pada mikrotubul yang tumpang tindih dan berfusi membentuk papan sel. Bahan-bahan dari vesikula bergabung membentuk dinding sel. Vesikula-vesikula golgi yang baru terbentuk diakumulasi pada bagian tepi papan sel, kemudian berfusi dan meluas ke arah luar. Membran papan sel yang sedang merentang berfusi dengan membran plasma. Bahan-bahan dinding sel dideposisikan membentuk dinding sel yang sempurna (Albert et al., 1983) dalam Anonim (2011).

F.       Lintasan Sekresi
Secara morfologis, kompleks golgi menunjukkan suatu polaritas yang terkait secara langsung dengan fungsi organel. Di dalam sel-sel sekresi, kompleks golgi merupakan suatu pusat fungsional dalam rantai sekresi. Elemen-elemen penghubung lintasan sekresi tersebut adalah retikulum endoplasma, vesikula transisi, kompleks golgi, vesikula sekresi, dan membran plasma.
Description: D:\kuliah\sp\spt\tugas\gambar\C360_2013-02-17-09-55-41_org.jpg
Gambar 2. 3 Lintasan Sekresi Protein melalui Badan Golgi (Campbell et al,2008).
Proses tersebut dimulai dengan sintesis protein membran dan lipid dalam retikuklum endoplasma. Karbohidrat ditambahkan ke protein sehingga menjadi glikoprotein. Bagian karbohidrat kemudian dimodifikasi. Di dalam aparatus golgi, glikoprotein mengalami modifikasi lebih lanjut, dan lipid memperoleh karbohidrat, menjadi glikolipid. Protein transmembran , glikolipid membran dan protein sekresi ditranspo dalam vesikel ke membran plasma. Di dalam membran plasma , vesikel berfusi dengan membrab tersebut, melepaskan protein sekresi dari sel ( Campbell et al,2008).


Daftar Pustaka
___________. Badan Golgi (Aparatus Golgi). http://daftarcatatanku.wordpress.com/2011/03/16/badan-golgi-aparatus-golgi/ diakses 14 Februari 2013
___________. Badan Golgi (Aparatus Golgi). http://ndhuliete.wordpress.com/bagian-bagian-sel/ diakses 14 Februari 2013
Campbell et al. 2008. Biologi Jilid 1. Erlangga: Jakarta.
Debora utami , dkk. 2008. Struktur tumbuhan. Universitas Terbuka : Jakarta.
Zhang ,G.F dan Dtaehelin, L.A. 1992. Functional Compartmentation of the Golgi Apparatus of Plant Cells'. Plant Physiol. (1992) 99,:1070-1083


Jumat, 28 Desember 2012

mikoriza untuk lahan kritis


APLIKASI MIKORIZA DALAM UPAYA REHABILITASILAHAN KRITIS DI INDONESIA 


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Luas lahan kritis di Indonesia diperkirakan telah mencapai 25 hektar per menit. Lahan kritis dan tanah kosong di luar kawasan hutan yang umumnya tidak produktif seperti padang ilalang, tanah-tanah terlantar, sebagian besar hanya dimanfatkan ntuk usaha tani lahann kering yang dalam pengelolaanya masih belum memperhatikan aspek konservasi (  Departemen Kehutanan dan perkebunaan , 2000 ) dalam Utomo (2008).
Akhir-akhir ini berbagai aktivitas manusia yang banyak melibatkan beberapa kehiatan seperti pembukaan hutan , penebangan kayu , penambangan , pembukaan lahan pertanian dan perkotaan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan berupa rusaknya vegetasi hutan sebagai habitat satwa dan kemungkinan hilangnya jenis- jenis flora atau fauna endemik langka sebagai sumbee plasma nutfah potensial , rusaknya sistem tata air (waterhed) , meningkatnya laju erosi permukaan , menurunkan produktivitas dan stabilitas lahan serta biodiversitas flora dan fauna (Fitriatin , B.N , 2002).
Di lapangan, proses revegetasi ini tidaklah mudah untuk dilakukan. Area yang akan direvegetasi kondisi tanahnya (fisik, kimia dan biologi) telah rusak (marginal) dan tidak mampu mendukung pertumbuhan tanaman dengan baik (Setiyadi dan Arif , 2011).
Fungi ini dapat membantu proses revegetasi dengan meningkatkan daya larut mineral, meningkatkan pengambilan nutrisi, mengikat partikel tanah menjadi agregat yang stabil dan meningkatkan toleransi terhadap kekeringan dan keracunan logam (Linderman & Pfleger, 1994; Jasper 1994 dalam Setiadi 1995) (Setiyadi dan Arif , 2011).
FMA merupakan komponen esensial yang dibutuhkan untuk membantu meningkatkan daya hidup dan pertumbuhan tanaman, khususnya pada lokasi pasca tambang (Kiernan et al., 1983; Garedner & Malajczuk, 1988; Jasper et al., 1988 dalam Setiadi, 1995) (Setiyadi dan Arif , 2011) .
Fungi mikoriza arbuskula (FMA) dapat digunakan untuk membantu program merehabilitasi lahan-lahan kritis. Kemampuanya dalam memperbaiki status nutrisi tanaman tersebut pada saat ini dapat dijadikan sebagai alternatif strategis untuk mensubtitusikan sebagian kebutuhan pupuk yang diperlukan oleh tanaman yang ditanam pada tanah-tanah bermasalah (Setiadi,1992) dalam (Utomo,2008).

B.     Tujuan
Tujuan penulisan Makalah ini adalah untuk membahas mengenai peran mikoriza sebagai agens bioremediasi pada lahan kritis sehingga bisa memberikan pengetahuan pembaca terkait hal tersebut.


BAB II
ISI
A.    Mikoriza
Mikoriza adalah bentuk simbiosis yang menguntungkan antara akar tumbuhan dan fungi tanah. Fungi mikoriza (mikobion) untuk tumbuh danberkembang memerlukan karbohidrat dari tumbuhan dan tumbuhan (fitobion) memerlukan unsur hara dan air dalam tanah melalui hifa fungi selama siklus hidupnya. Struktur yang terbentuk dari asosiasi ini tersusun secara beraturan dan memperlihatkan spektrum yang sangat luas, baik dalam hal tanaman inang, spesies fungi maupun penyebarannya. Mikoriza tersebar dari artiktundra sampai ke daerah tropis dan dari daerah bergurun pasir sampai ke hutan hujan yang melibatkan sekitar 80 - 90% spesies tumbuhan yang ada (Novera , 2008).
Fungi pada umumnya memiliki ketahanan cukup baik pada rentang faktor lingkungan fisik yang lebar. Mikoriza tidak hanya berkembang pada tanah berdrainase baik, tapi juga pada lahan tergenang seperti pada padi sawah. Bahkan pada lingkungan yang tecemar limbah berbahaya fungi mikoriza masih memperlihatkan eksistensinya  (Novera , 2008).
Kolonisasi fungi mikoriza arbuskula ditandai oleh adanya struktur arbuskula, vesikula, hifa koil, hifa interseluler dan intraseluler yang tidak memiliki septat ( Harley & Smith 1983) dalam Novera (2008). Gallaud (1995) dalam Smith dan Read (1997) membagi struktur internal fungi mikoriza arbuskula menjadi dua kelompok yaitu tipe arum dan tipe paris. Perbedaan tipe arum dan tipe paris ditentukan oleh dominansi hifa interseluler dan arbuskula yang terbentuk. Pada tipe arum, arbuskula terbentuk secara terminal di dalam sel-sel korteks dari hifa yang tumbuh secara longitudinal di antara sel-sel korteks, pada tipe paris arbuskula terbentuk secara interkalar pada hifa koil di dalam sel-sel kortek akar (Brundrett et al. 1995) dalam Novera (2008).Menurut Menoyo et al. (2007) dalam Novera (2008) tipe arum ditandai oleh hifa intersel, vesikula intersel atau intrasel dan arbuskula terminal pada cabang hifa intrasel. Tipe paris ditandai oleh hifa intrasel, vesikula intrasel, hifa koil intrasel dan arbuskul intrasel yang terbentuk dari hifa koil intrasel. Dickson (2004) menyatakan kolonisasi tipe arum terdiri dari hifa interseluler dan arbuskula, tipe paris terdiri dari hifa intraseluler, hifa koil dan arbuskula yang terbentuk dari koil. Menurut Cavagnaro et al.( 2001) dalam Novera (2008).pada tipe arum fungi membentuk hifa interseluler diantara sel-sel korteks dan arbuskula intraseluler di dalamnya, sedangkan pada tipe paris fungi membentuk hifa koil dan arbuskula koil dalam jaringan korteks, dan tidak terbentuk hifa interseluler pada fase kolonisasi.
Menurut Willay et al (2008) bahawa Fungi mikoriza arbuskular merupakan  jenis mikoriza yang paling umum yang dapat ditemukan ketika berasosiasi dengan tanaman tropis. mikroba ini akan memasuki sel akar tepatnya pada dinding selnya serta menginvaginasi pada membran plasma tapi tidak merusak membran sel. FAM juga dipercaya bisa memberikan perlindungan tanaman dari berbagai penyakit dan hama. Selain itu, FMA juga bisa meningkatkan daya saing tanaman serta adaptasi terhadap lingkungan.
FMA diketahui mampu memperbaiki pertumbuhan dan hasil tanaman pada tanah-tanah dengan kondisi yang kurang menguntungkan. FMA yang menginfeksi sistem perakaran tanaman inang akan memproduksi jaringan hifa eksternal yang tumbuh secara ekspansif dan menembus lapisan sub soil sehingga meningkatkan kapasitas akar dalam penyerapan hara dan air ( Cruz et al,2004) dalam (Hartoyo dkk,2011). Selain itu menurut Karthikeyan(2008) FMA bisa menambah kemampuan akar tanaman dalam mengabsorbsi beberapa nutrien tanah seperti P,Zn, Cu dan lainya. FMA  juga  mampu meningkatkan kemampuan pertahanan tanaman dari patogen akar. FMA merupakan salah satu agen pengendali hayati yang digunakan untuk mengendalikan patogen tular tanah dan mampu meningkatkan penebalan lignin dinding sel tanaman sehingga terjadi penambahan rigiditas mekanik dan kekuatan dinding sel ,serta FMA mampu merangsang tanaman inang untuk meningkatkan konsentrasi fitoaleksin (Huzhe et al,2005) dalam (Rosiana,2009).
Mikoriza berperan dalam meningkatkan ketahanan hidup tanaman terhadap penyakit, kekeringan atau kondisi ekstrim lainnya dan meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan bertambahnya kemampuan akar dalam menyerap unsur hara yang dibutuhkan. Akar tanaman yang pendek dan serabut atau akar tanaman yang tidak dapat tumbuh dengan baik akibat sifat fisik dan kimia tanah yang rusak dapat terbantu perannya dalam menyerap air dan unsur hara. Hifa mikoriza yang telah menginfeksi akar tanaman dapat menjulur sampai 10 meter sehingga mampu menyerap unsur hara dan air pada daerah yang tidak dapat terjangkau oleh akar. Pada tanaman bermikoriza, respon tanaman yang mengalami cekaman kekeringan cenderung lebih dapat bertahan dari kerusakan korteks dibandingkan tanaman tanpa mikoriza. Gangguan perakaran ini tidak akan berpengaruh permanen pada akar-akar bermikoriza. Peranan langsung mikoriza adalah membantu akar dalam meningkatkan penyerapan air karena hifa cendawan masih mampu menyerap air dari pori-pori tanah pada saat akar tanaman sudah mengalami kesulitan mengabsorbsi air, hal ini dikarenakan hifa utama cendawan mikoriza di luar akar membentuk percabangan hifa yang lebih kecil dan halus dari rambut akar dengan diameter kira-kira 2μ m (Sasli, I, 2004).
Jadi mikoriza adalah suatu bentuk hubungan simbiosis mutualisma antara cendawan dan perakaran tumbuhan tingkat tinggi. Simbiosis ini terjadi saling menguntungkan, cendawan memperoleh karbohidrat dan unsur pertumbuhan lain dari tanaman inang, sebaliknya cendawan memberi keuntungan kepada tanaman inang, dengan cara membantu tanaman dalam menyerap unsur hara terutama unsur P. Berdasarkan struktur tumbuh dan cara infeksi maka mikoriza dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar yakni Ektomikoriza dan Endomikoriza (CMA) ( Husna , dkk ,2007 ).
Mikoriza arbuskula terbentuk hampir pada semua spesies tumbuhan seperti: Bryophyta, Pteridophyta, Gymnospermae dan Angiospermae. Hanya beberapa tumbuhan yang tidak berasosiasi dengan fungi mikoriza arbuskula, terutama tumbuhan yang membentuk ektomikoriza (misalnya Pinaceae, Betulaceae) atau yang membentuk tipe endomikoriza lainnya (Harley & Smith 1983) dalam Novera (2008).

B.     Jenis Mikoriza
Menurut Novera (2008) berdasarkan struktur tubuh dan cara infeksi terhadap tanaman inang, mikoriza dapat digolongkan menjadi dua kelompok besar (tipe) yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Pola asosiasi antara fungi mikoriza dengan akar tanaman inang menyebabkan terjadinya perbedaan morfologi akar  antara ektomikoriza dan endomikoriza.
Pada ektomikoriza jaringan hifa fungi tidak sampai masuk ke dalam sel tapi berkembang diantara sel kortek akar membentuk hartig net dan mantel di permukaan akar. Simbiosis ini biasanya terjadi pada akar spesies-spesies pohon yang dapat dibedakan sistem perakarannya, yaitu tumbuhan yang memiliki akar panjang dan akar pendek. Akar yang dikolonisasi oleh fungi ektomikoriza sebagian mengalami perubahan dalam morfologi dan anatominya. Pada umumnya kolonisasi fungi pada ektomikoriza menyebabkan akar menjadi gemuk dan pendek. Ektomikoriza biasanya ditemukan pada akar melinjo (Gnetum gnemon) Pinus sp., Dipterocarpaceae dan Eucalyptus sp. Fungi ektomikoriza terdiri atas basidiomiset, askomiset dan satu anggota zigomiset yaitu Endogone (Brundrett et al. 1994). Pada endomikoriza kolonisasi fungi terjadi secara interseluler dan intraseluler. Pada mikoriza vesikula arbuskula, setelah penetrasi hifa ke dalam jaringan korteks akar akan membentuk struktur arbuskula yang merupakan percabangan dikotom yang intensif dari hifa intraseluler yang berperan dalam transfer nutrisi antara fungi dan tumbuhan inang. Kadang-kadang juga membentuk struktur yang khas berbentuk oval yang disebut vesikula. Vesikula merupakan organ fungi yang berfungsi sebagai penyimpan makanan cadangan.
Endomikoriza dibedakan menjadi enam kelompok, yaitu: ektendomikoriza, mikoriza arbuskula (MA), mikoriza arbutoid, mikoriza monotropoid, mikoriza ericoid, mikoriza anggrek (orchid) (Smith & Read 1997) dalam Novera (2008). Dari ke tujuh tipe mikoriza, MA merupakan mikoriza yang paling umum dijumpai. Sembilan puluh lima persen tumbuhan di dunia membentuk simbiosis mikoriza. Sebagian besar tumbuhan bermikoriza ialah mikoriza arbuskula (Novera ,2008).



C.     Bioremediasi
Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran (Munir,2006). Menurut (Alexander, 1977 dan Widyati, 2008) dalam Hayati (2011) bioremediasi merupakan suatu proses pemulihan polutan dengan memanfaatkan jasa makhluk hidup seperti mikroba (bakteri, fungi, khamir), tumbuhan hijau atau enzim yang dihasilkan dalam proses metabolisme mereka.
Keberhasilan proses bioremediasi menurut Munir (2006) harus didukung oleh beberapa disiplin ilmu seperti fisiologi mikroba, ekologi, kimia organik, biokimia  gegetika molekuler, kimia air, kimia tanah dan juga teknik.
Menurut Fitriatin, dkk (2008) peningkatan produktivitas lahan kritis antara lain dilakukan karena pemebrian pupuk phosphat baik berupa pupuk buatan maupun pupuk alam. Namun pupuk phosphat memiliki kelarutan rendah sehingga tidak dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman. Peningkatan efesiensi pemupukan dapat dilakukan dengan aplikasi mikroba tanah seperti mikrob pelarut fosfat dan fungi mikoriza arbuscula.

Mikrob pelrut fosfat merupakan kelompok mikrob tanah sering dimanfaatkan untuk rehabilitasi lahan kritis ( setiadi, 2001) . MPf mampu mehekstraksi fosfat dari ikatanya denan Al. Fe, Ca, dan Mg karena mikrob ini mampu mengeluarkan asam organik yang dapat membentuk kompleks stabil dengan kation-kation pengikat fosfat di dalam tanah( Withelew,2000) dalam (Fitriatain,dkk,2008)

D.    Lahan kritis
Lahan kritis memiliki kondisi lingkungan yang sangat beragam tergantung pada peneybab kerusakan lahan. Secara umum  dapat dikatakan bahwa kondisi lahan kritis menyebabkan tanaman tidak cukup mendapatkan air dan unsur hara , kondisi fisik tanah yang tidak memungkinkan agar berkembang dan proses infiltrasi air hujan , kandungan garam yang tinggi akibat akumulasi garam sekunder atau intrusi air laut yang menyebabkan plasmolisis atau tanaman keracunan oleh unsur toksik yang tinggi ( subiaksa ,2006) dalam Utomo (2008).
Selain itu, kondisi tanah yang kompak karena pemadatan dapat menyebabkan buruknya system tata air ( air infiltrasi dan perlokasi ) dan aerasi yang secara langsung dapat membawa dampak negatif terhadap fungsi dan perkembangan akar. Rusaknya strukutr juga menyebabkan tanah tidak mampu untuk menyimpan dan meresapkan air pada musim hujan , sehingga aliran permukaan menjadi tinggi dan berdampak pada laju erosi ( Fitriatain, T.T).
Dalam profil tanah yang normal , lapisan tanah atas merupakan sumber unsur-unsur hara makro dan mikro yang esensial bagi pertumbuhan tanaman, dan juga sebagai sumber bahan organik untuk menyokong kehidupan dan aktivitas mikroba tanah yang potensial. Tipis dan kurangnya lapisan top soil dan bahan organik diangap sebagai penyebab utama buruknya tingkat kesuburan tanah pada lahan-lahan kritis. Kadar unsur esensial seperti N dan P , dan reaksi tanah masam (pH rendah) atau alkaline (pH tinggi), seta rendahnya nilai KTK (kapasitas tukar kation) merupakan problema umum yang dijumpai pada lahan-lahan kritis (Fitriatain, T.T).
Namun, pengembangan pertanian di lahan kering seringkali menghadapi berbagai kendala antara lain miskin unsur hara esensial seperti N, P, K, Ca dan nilai tukar kation (KTK) rendah sehingga unsur hara mudah lepas dan tercuci dimana bersamaan dengan itu terjadi peningkatan hara toksik seperti Al, Fe dan Mn (Suterisno, 2010) dalam (Hapsari,2011).
Menurut Hapsari (2011) apabila lahan kritis tidak diupyakan untuk rehabilitasi dan konservasi maka tanah tersebut tidak dapat lagi berfungsi sebagai unsur produksi media pengatur tata air ,dan perlindungan lingungan. Untuk mencegah lahan kritis dan untuk meningkatkan produktivitasnya untuk keperluan pertanian , perkebunan, kehutanan, dan pelestarian alam, perlu dilakukan upaya –upaya yang dapat memodifikasi lingkungan tumbuh tanaman.

E.     Peran Penting Mikoriza
Beberapa peran penting FMA menurut Novera ( 2008) adalah sebagai berikut:

1.      Perbaikan nutrisi tanaman dan peningkatan pertumbuhan.
Fungi ini memiliki kemampuan untuk berasosiasi dengan hampir 90% spesies tanaman dan telah terbukti mampu memperbaiki nutrisi dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. FMA yang menginfeksi sistem perakaran tanaman inang akan memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman mampu meningkatkan kapasitas penyerapan unsur hara dan air. Posfat merupakan unsur hara utama yang dapat diserap oleh tanaman bermikoriza, serta unsur-unsur mikro sepeti Cu, Zn dan Bo (Sieverding 1991) dalam (Novera , 2008). Posfat adalah salah satu unsur hara esensial yang diperlukan dalam jumlah relatif banyak oleh tanaman, tetapi ketersediaannya terutama pada tanah-tanah masam menjadi terbatas, sehingga sering kali menjadi salah satu pembatas utama dalam peningkatan produktivitas tanaman. Kemampuan FMA dalam memperbaiki status nutrisi tanaman dapat dijadikan sebagai alat biologis untuk efisiensi penggunaan pupuk buatan, terutama posfat.
2.      Sebagai pelindung hayati (bio-protection).
Selain perbaikan nutrisi (terutama posfat), FMA juga mampu meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan patogen tular tanah. FMA juga dapat membantu pertumbuhan tanaman pada tanah-tanah yang tercemar logam berat, seperti pada lahan-lahan pasca tambang. Dengan demikian selain berfungsi sebagai bio-protection, FMA juga berfungsi penting sebagai bioremediator bagi tanah yang tercemar logam berat. Selain itu fungi ini juga mampu meningkatkanv  resistensi tanaman terhadap kekeringan (Hetrick 1984) dalam (Novera , 2008).
3. Terlibat dalam siklus biogeokimia
FMA di alam dapat mempercepat terjadinya suksesi secara alami pada habitat yang mendapat gangguan ekstrim (Allen & Allen 1992) dalam (Novera , 2008). Keberadaan FMA juga mutlak diperlukan karena berperan penting dalam mengefektifkan daur ulang unsur hara (nutrient cycle) sehingga dianggap sebagai alat yang paling efektif untuk mempertahankan stabilitas ekosistem hutan dan keanekaragaman hayati.
4. Sinergis dengan mikroorganisme lain.
FMA pada tanaman leguminosa diperlukan karena pembentukan bintil akar dan efektivitas penambatan nitrogen oleh bakteri Rhizobium/Bradyrhyzobium yang terdapat di dalamnya dapat ditingkatkan. FMA juga dapat bersinergis dengan mikroba potensial lainnya seperti bakteri penghambat N bebas dan bakteri pelarut posfat, serta sinergis dengan mikroba selulotik seperti Trichoderma sp. (Bethlenfavay 1992) (Novera , 2008). Berdasarkan kemampuan tersebut, maka FMA dapat berfungsi meningkatkan biodiversitas mikroba potensial di sekitar perakaran tanaman atau rizosfir.
5. Mempertahankan keanekaragaman tumbuhan.
FMA berperan penting dalam mempertahankan keanekaragaman tumbuhan dengan cara transfer nutrisi dari satu akar ke akar tanaman lain yang berdekatan melalui struktur yang disebut hyphal bridge (Allen & Allen 1992) (Novera , 2008). Transfer nutrisis ini berlangsung dari induk ke anakan. Dengan demikian aplikasi FMA tidak hanya terbatas pada pola tanaman monokultur, tetapi dapat diintegrasikan dalam unit manajemen pola tanaman campuran (Setiadi 2003) (Novera , 2008).

F.      Peran Mikoriza Pada Lahan Kritis
Di lapangan, proses revegetasi ini tidaklah mudah untuk dilakukan. Area yang akan direvegetasi kondisi tanahnya (fisik, kimia dan biologi) telah rusak (marginal) dan tidak mampu mendukung pertumbuhan tanaman dengan baik. Bibit pohon yang ditanam banyak yang mati, dan untuk pohon yang bertahan hidup pertumbuhannya tidak maksimal (Setiadi, 1995). Hal tersebut disebabkan karena tanah yang masam, defisiensi P, keracunan logam Al dan Fe, rendahnya aktivitas mikroba dan juga mengalami stress air. Dengan demikian perlu dilakukan usaha-usaha dengan menggunakan input teknologi agar dapat menunjang proses revegetasi tersebut. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mengaplikasikan peran fungi mikoriza arbuskula (FMA) sebagai inokulum (Setiadi dan Arif , 2011)
Fungi ini dapat membantu proses revegetasi dengan meningkatkan daya larut mineral, meningkatkan pengambilan nutrisi, mengikat partikel tanah menjadi agregat yang stabil dan meningkatkan toleransi terhadap kekeringan dan keracunan logam (Linderman & Pfleger, 1994; Jasper 1994 dalam Setiadi 1995). (2). Selain itu FMA merupakan pupuk yang hanya cukup sekali digunakan (once application), karena FMA merupakan makhluk hidup yang dapat terus tumbuh dan berkembang (Setiadi dan Arif , 2011).
Berikut adalah beberapa peran mikoriza antara lain sebagai berikut:
1.      Peran mikoriza pada lahan Utilisol
Ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada horizon bawah permukaan sehingga mengurangi daya resap air dan meningkatkan aliran permukaan dan erosi tanah. Erosi merupakan salah satu kendala fisik pada tanah Ultisol dan sangat merugikan karena dapat mengurangi kesuburan tanah. Hal ini karena kesuburan tanah Ultisol sering kali hanya ditentukan oleh kandungan bahan organik pada lapisan atas. Bila lapisan ini tererosi maka tanah menjadi miskin bahan organik dan hara. Tanah Ultisol mempunyai tingkat perkembangan yang cukup lanjut, dicirikan oleh penampang tanah yang dalam, kenaikan fraksi liat seiring dengan kedalaman tanah, reaksi tanah masam, dan kejenuhan basa rendah. Pada umumnya tanah ini mempunyai potensi keracunan Al dan miskin kandungan bahan organik. Tanah ini juga miskin kandungan hara terutama P dan kation-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K, kadar Al tinggi, kapasitas tukar kation rendah, dan peka terhadap erosi (Sri Adiningsih dan Mulyadi 1993)  dalam (Prasetyo dan Suriyadikarta , 2006)
Nilai kejenuhan Al yang tinggi terdapat pada tanah Ultisol dari bahan sedimen dan granit (> 60%), dan nilai yang rendah pada tanah Ultisol dari bahan volkan andesitik dan gamping (0%). Ultisol dari bahan tufa mempunyai kejenuhan Al yang rendah pada lapisan atas (5−8%), tetapi tinggi pada lapisan bawah (37−78%). Tampaknya kejenuhan Al pada tanah Ultisol berhubungan erat dengan pH tanah(Prasetyo dan Suriyadikarta , 2006).
Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi. pemupukan secara kimiawi seringkali tidak efisien karena P langsung difiksasi oleh aluminium (Adiningsih et al., 1989) dalam (Prasetyo dan Suriyadikarta , 2006). Selain itu, pupuk kimia merupakan masukan yang membutuhkan energi dan biaya tinggi (Setiawati et al., 1996) dan penggunaan yang berlebihan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan (Prihartini et al., 1996) dalam (Prasetyo dan Suriyadikarta , 2006)

Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan di atas adalah pemanfaatan Cendawan Mikoriza Vesikula Arbuskula (CMVA). Gunawan (1993), menyatakan bahwa cendawan ini mampu melarutkan P yang sukar larut dengan menghasikan enzim fosfatase dan senyawa pengkhelat Al. CMVA juga dapat meningkatkan serapan P dengan adanya hifa eksternal yang memiliki jangkauan luas (Mosse, 1981), mampu mempercepat tersedianya P dar KSP sehingga akan dapat meningkatkan serapan P tanaman (Mahbub,1999)
Serapan P tanaman (Mosse, 1981; Baon, 1983). Hal ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah tapak serapan yang disebabkan oleh luas permukaan serapan yang lebih besar karena adanya hifa eksternal (Gunawan, 1993) dalam (Mahbub,1999). Hifa ini berfungsi sebagai perluasan dari permukaan akar di samping daerah yang dijelajahi oleh rambut akar (Prihartini et al., 1996) dalam (Mahbub,1999). Dibanding akar tak bermikoriza, akar bermikoriza lebih mampu menyerap P pada tanah dengan kadar P rendah (Paul dan Clark, 1996). Mikoriza diduga juga mampu menyerap P dari sumber-sumber mineral P yang sukar larut karena menghasilkan asam-asam organik dan enzim fosfatase (Gunawan, 1993) dalam (Mahbub,1999). Senyawa ini mampu melepaskan ikatan-ikatan P sukar larut, seperti Al-P dan Fe-P sehingga ketersediaan P meningkat (Bolan, 1991 dalam Suharjo, 1996). Aktivitas enzim fosfatase tanaman bermikoriza delapan kali lebih tinggi disbanding yang tidak bermikoriza (William and Alexander, 1975 Reid, 1984) dalam (Mahbub,1999).
Aplikasi teknologi mikoriza pada tanah ultisol akan mampu meningktkan kesehatan dan kesuburan tanah sehingga bisa dihasilkan produk pertanian yang maksimal.
2.      Perananan Mikoriza dalam Upaya Revegetasi Lahan Kritis Hutan Tropis
Akhir-akhir ini berbagai aktivitas manusia yang banyak melibatkan beberapa kehiatan seperti pembukaan hutan , penebangan kayu , penambangan , pembukaan lahan pertanian dan perkotaan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan berupa rusaknya vegetasi hutan sebagai habitat satwa dan kemungkinan hilangnya jenis- jenis flora atau fauna endemik langka sebagai sumbee plasma nutfah potensial , rusaknya sistem tata air (waterhed) , meningkatnya laju erosi permukaan , menurunkan produktivitas dan stabilitas lahan serta biodiversitas flora dan fauna (Fitriatin , B.N , 2002).
Di lapangan, proses revegetasi ini tidaklah mudah untuk dilakukan. Area yang akan direvegetasi kondisi tanahnya (fisik, kimia dan biologi) telah rusak (marginal) dan tidak mampu mendukung pertumbuhan tanaman dengan baik (Setiyadi dan Arif , 2011).
Dalam pelaksanaanya, program reboisasi dan revegetasi teresebut seringkali mendapat hambatan yang serius karena kondisi tanah yang tidak menguntungkan. Kendala fisik dan kimia tanah yang sering dijumpai antara laian reaksi tanaha yang rendah (pH rendah), kahat hara terutatama pospor (P) dan nitrogen (N), lapisan tanah yang tipis dan miskin organik. Kondisi tersebut kendala utama dalam pertumbuhan dan keberhasilan reboisasi. Semai yang baru ditanaman pertumbuhanya lambat karena daya hidupnya rendah. Hal ini terutama disebabkan kondisi tanah yang tidak menguntungkan untuk menyokong pertumbuhan tanaman. Tanaman sukar tumbuh dan mempunyai daya dukung yang rendah.1
Untuk menunjang keberhasilan dalam program revergetasi dab  rehabilittasi lahan-lahan rusak tersebut, diperlukan suatau strategi pengembangan bioteknologi dengan pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula yangdiharapkan mampu bertindak sebagai agens bioremediator dan penyubur lahan-lahan mati di wilayah reboisasi.
Fungi ini dapat membantu proses revegetasi dengan meningkatkan daya larut mineral, meningkatkan pengambilan nutrisi, mengikat partikel tanah menjadi agregat yang stabil dan meningkatkan toleransi terhadap kekeringan dan keracunan logam (Linderman & Pfleger, 1994; Jasper 1994 dalam Setiadi 1995) (Setiyadi dan Arif , 2011).
FMA merupakan komponen esensial yang dibutuhkan untuk membantu meningkatkan daya hidup dan pertumbuhan tanaman, khususnya pada lokasi pasca tambang (Kiernan et al., 1983; Garedner & Malajczuk, 1988; Jasper et al., 1988 dalam Setiadi, 1995) (Setiyadi dan Arif , 2011) .
Fungi mikoriza arbuskula (FMA) dapat digunakan untuk membantu program merehabilitasi lahan-lahan kritis. Kemampuanya dalam memperbaiki status nutrisi tanaman tersebut pada saat ini dapat dijadikan sebagai alternatif strategis untuk mensubtitusikan sebagian kebutuhan pupuk yang diperlukan oleh tanaman yang ditanam pada tanah-tanah bermasalah (Setiadi,1992) dalam (Utomo,2008).
Selain membantu tanaman dalam penyerapan hara, CMA dapat menyebabkan tanaman lebih toleran terhadap tekanan lingkungan seperti kekeringan , suhu tyang ekstrem dan kemasamanb tanah. Mikoriza yaang dapat meningkatkan pembebtukan agregat tanah di sekitar perakaran tanaman sehingga sifat fisik tanah lebih baik.
Berdasarkan kemampuan tersebut, maka aplikasi inolkulan mikoriza sabgat cocok diarahkan untuk memnabtu program pemerintah dalam merehabilitasi lahan-lahan marginal dan kritis seperti lahan hutan gundul dan lahan alang-alang sebagai zona reboisasi.
3.      Peran Mikoriza Pada Area Pertambangan
Penambangan mengakibatkan keseimbangan unsur hara terganggu sedangkan kelarutan unsur yang bersifat racun meningkat. Tanah pada daerah pasca penambangan umumnya mengalami kerusakan yang hebat karena bahan tambang biasanya berada di bagian bawah tanah, sehingga untuk mendapatkan bahan yang dimaksud tanah harus disingkirkan terlebih dahulu (stripping) dan ditimbun / ditumpuk pada lokasi lain yang dipakai sebagai areal penimbunan sisa penggalian tambang (overburden dan tailing). Lapisan overburden (batuan limbah) adalah tanah atau batuan yang menutupi lapisan deposit mineral di bagian bawahnya. Tailing pada penambangan timah adalah sisa galian tambang yang berupa tumpukan pasir dan kerikil yang dibuang setelah mengalami pencucian,2
Salah satu aktivitas yang dapat merusak lahan secara ekstrim adalah dari kegiatan penambangan batubara, minyak bumi, emas, tembaga dan timah. Akibat dari kegiatan ini tanah akan kehilangan lapisan top soil dan akan mengalami kekeringan, pemadatan tanah, kemampuan menahan air rendah, sangat miskin hara (unsur hara makro seperti nitrogen dan fosfor), akumulasi unsur toksik, serta reaksi tanah (pH) masam. Hal ini merupakan fenomena umum yang dijumpai pada lahan bekas penambangan seperti tambang batubara Margaretha (2011).
Menurut Margaretha (2011) kondisi ini menyebabkan areal bekas penambangan sulit ditumbuhi oleh vegetasi karena tidak dapat tumbuh dengan baik sehingga diperlukan pupuk buatan dan organik, berbagai senyawa kimia untuk mengendalikan hama dan penyakit, sarana dan prasarana untuk menjamin ketersediaan air bagi tanaman dalam jumlah besar untuk memperbaiki atau menyehatkan ekosistem tanah agar dapat mendukung pertumbuhan tanaman.
Lahan yang mengalami degradasi karena aktivitas penambangan pada akhirnya juga merusak kehidupan mikroba tanah (makro dan mikro). Padahal fungsi mikroba tanah sangat penting dalam siklus hara. Perubahan-perubahan ini yang menjadi kendala dan masalah serius karena mengganggu keseimbangan ekosistem (Margaretha,2011)
Pupuk hayati yang dapat digunakan dalam rehabilitasi lahan bekas pertambangan adalah mikoriza. Menurut Kroop dan Langlois (1990) mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualisme antara cendawan dan akar tanaman tinggi (higher plants). Pemanfaatan cendawan mikoriza dalam rehabilitasi lahan bekas tambang diharapkan dapat sebagai salah satu alternatif memperbaiki kualitas tanah yang rusak Margaretha (2011).
Cendawan mikoriza dapat ditemukan hampir pada sebagian besar tanah dan pada umumnya tidak mempunyai inang yang spesifik. Walaupun demikian, tingkat populasi dan komposisi jenis sangat beragam dan dipengaruhi oleh karakteristik tanaman dan faktor lingkungan seperti suhu, pH tanah, kelembaban tanah, kandungan fosfor dan nitrogen, serta konsentrasi logam berat.
Menurut Margaretha (2011) bahwa mikoriza merupakan agens bioremediasi lahan kritis bekas tambang yang bisa diadalakan karena eksistensi mikoriza dalam bertahan hidup pada lahan-lahan kritis dan lingkunan berbahaya.
4.      Peran Mikoriza Sebagai Agens Bioremediatot Logam Berta
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa MA dapat membantu pertumbuhan tanaman pada tanah yang tercemar logam-logam berat seperti lahan bekas tambang (Linderman and Pfleger, 1994 dalam Setiadi, 1999) dalam Widyati (2007).
Menurut Khan et al. (2000), MA yang berasosiasi dengan tumbuhan yang tumbuh pada tanah-tanah yang terkontaminasi logam berat telah berevolusi menjadi toleran terhadap logam berat. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa MA dari genus Glomus dan Gigaspora banyak ditemukan berasosiasi dengan tumbuhan yang tumbuh pada tanah-tanah yang terpolusi logam berat (Khan et al., 2000) dalam Widyati (2007).
Disamping itu, Marschner (1992) dalam Setiadi (1999) menyatakan bahwa MA dapat membantu rhizobia memenuhi unsur hara mikro seperti Cu, Zn dan Bo, di mana Bo merupakan unsur yang diperlukan untuk bersimbiosis dengan tanaman legum. Haselwandter and Bowen (1996) mengacu pada Robson (1983) bahwa mikoriza dapat meningkatkan unsur-unsur yang diperlukan untuk penambatan nitrogen secara biologis seperti P, S, Ca, Zn, Mo, Co dan Cu. Meningkatnya nodulasi akan dapat memperbaiki pertumbuhan bibit. Pertumbuhan bibit yang baik diharapkan dapat meningkatkan survival rate bibit di lapangan sehingga akan dapat meningkatkan keberhasilan rehabilitasi lahan Widyati (2007).






BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Mikoriza mempunyai peran yang sangat penting terhadap lingkungan, khususnya sebagai agens bioremediator dan pupuk hayati yang digunakan pada lahan-lahan kritis seperti bekas tambang, lahan padang alang-alang, tanah dengan kandungan logam berat tinggi serta pada lahan kering dan kurang subur.


DAFTAR PUSTAKA
Fitriati, B.N , Dkk. 2008. Aktivitas Enzim Fosfatase Dan Ketersediaan Fosfat Tanah Pada Sistem Tumpangsari Tanaman Pangan Dan Jati ( Tectona Grandis L.f) Setelah Aplikasi Pupuk Hayati. Jurnal Agrikultura 19 (3) : 161-166.

Fitriatin, B.N. T.T.  Prospek pemanfaatan Mikoroba Potensial pada Lahan Kritis di Indonesia. Fakukltas Pertanian Universitas Padjajaran.

Hayati, Nahrul . 2011. Uji Efektivitas Wastetreat ™ Untuk Bioremediasi Logam Berat Dalam Sludge Pabrik Kertas Deinking . Skripsi : Fakultas Pertanian IPB.

Husna , dkk . 2007 . Aplikasi Mikoriza Untuk Memacu Pertumbuhan Jati Di Muna.  Info Teknis.  5 (1) : 1-4.

Kartika , Ardianan. T.T . Mikoriza . Laboratorium Pengamatan Hama Dan Penyakit Banyuma.

Margaretha .2011. Eksplorasi Dan Identifikasi Mikoriza Indigen Asal tanah Bekas Tambang Batubara. Berita Biologi.10(5) : 641-647.

Munir , Erman .2006. Pemanfaatan Mikroba Dalam Bioremediasi : Suatu Teknolgi Alternatif Plestarian Lingkungan. Pengukuhan Guru BEsar USU.

Musfal . 2010. Potensi Cendawan Mikoriza Arbuskula Untuk Meningkatkan Hasil Tanaman Jagung . Jurnal Litbang Pertanian . 29(4) : 154 – 158.

Novera .2008. Analisis Vegetasi, Karakteristik Tanah Dan Kolonisasi Fungi Mikoriza Arbuskula (Fma) Pada Lahan Bekas Tambang Timah Di Pulau Bangka. Skripsi : ITB.

Prasetya, B.H dan Sudiakarta. 2006. Karakteristik, Potensi, Dan Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol Untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering Di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. 25(2): 39-47.

Santoso , dkk . 2007. Aplikasi Mikoriza Untuk Meningkatkan Kegiatan Rehabilitasi Hutan Dan Lahan Terdegradasi. Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian

Setiadi dan Arif .2011. Studi Status Fungi Mikoriza Arbuskula di Areal Rehabilitasi Pasca Penambangan Nikel (Studi Kasus PT INCO Tbk. Sorowako, Sulawesi Selatan). Jurnal Silvikultur Tropika 3(1) : 88 – 95

Utomo , Budi . 2008.  Penggunaan Mikoriza dalam Upaya Meningkatkan pertumbuhan Tanaman  Jarak Pada lahan Kritis. Jurnal Agria 5 (1) : 13-15.
Widiastuti , Dkk. 2002. Optimasi Simbiosis Cendawan Mikoriza Arbuskula Acaulospora Tuberculata Dan Gigaspora Margarita Pada Bibit Kelapa Sawit Di Tanah Masam. Menara Perkebunan. 70(2): 50-57

Widyati, Enny .2007. Formulasi Inokulum Mikroba: MA, BPF Dan Rhizobium Asal Lahan Bekas Tambang Batubara Untuk Bibit Acacia Crassicarpa Cunn. Ex-Benth. Jurnal Biodiversitas. 8 (3) : 238-241.

Willey et al.2008.Microbiology seventh Edition.McGraw-Hill,New York