Rabu, 19 Desember 2012

KONTRIBUSI TEKNOLOGI MARKA MOLEKULER DALAM PENGENDALIAN WERENG COKLAT



KONTRIBUSI TEKNOLOGI MARKA MOLEKULER
DALAM PENGENDALIAN WERENG COKLAT
Di kutip dari :
Bahagiawati
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian
Jalan Tentara Pelajar No. 3A, Bogor 16111
e-mail: bb_biogen@litbang.deptan.go.id
Telp. (0251) 8337975, 8339793; Faks. (0251) 8338820
Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian 5(1) , 2012 :1-18
Wereng coklat merupakan hama yang sering merusak tanaman padi di Indonesia, dengan luas serangan yang berfluktuasi dari tahun ke tahun sejak tahun 1970-an hingga sekarang dan menimbulkan kerugian yang cukup besar, terutama pada saat terjadi ledakan serangan. Dalam upaya pengendalian hama ini pemerintah mengembangkan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang terbukti dapat meredam eksplosi wereng coklat. Komponen utama PHT wereng coklat adalah penanaman varietas unggul tahan wereng (VUTW) .
Peningkatan populasi dan penyebaran wereng coklat yang relatif cepat disebabkan oleh siklus hidup yang pendek, yaitu sekitar 25 hari, daya reproduksi yang tinggi dapat menghasilkan 300 anak per betina (Bahagiawati 1986).
Pada era revolusi hijau (1969-1973) wereng coklat mulai menjadi hama penting, yang diidentifikasi sebagai biotipe 1, dengan luas serangan mencapai puluhan ribu hektare dan hanya dikendalikan dengan insektisida (Oka dan Bahagiawati 1983a).
Pada tahun 1974-1983 an wereng coklat mampu beradaptasi dengan varietas tahan dan insektisida, sehingga luas serangan meningkat menjadi ratusan ribu hektare. Pengendalian serangan diupayakan dengan penanaman varietas unggul tahan wereng coklat biotipe 1 (VUTW1), seperti PB26 dan PB28 secara monokultur.
Pada tahun 2009 dan 2010 terjadi peningkatan serangan wereng coklat di Jawa, masing-masing mencapai 47.473 ha dan 103.000 ha (Baehaki 2010a; Bahagiawati 2010; Harsono 2010; Baehaki 2011). Varietas padi yang diserang umumnya yang sedang populer di petani, seperti IR64 dan Ciherang. Wereng coklat yang menyerang adalah biotipe 3 dan 4 (Bahagiawati dan Rijzaani 2006; Baehaki dan Widiarta 2009).
Kondisi tersebut membuktikan kembali pentingnya perakitan VUTW secara berkesinambungan sesuai dengan biotipe wereng coklat yang berkembang di lapangan. Teknologi marka molekuler dapat diterapkan untuk membantu perakitan varietas unggul populer dengan menambahkan gen tahan wereng coklat melalui metode marker assisted backcrossing (MABC) atau seleksi silang-balik dengan marka molekuler.
Wereng coklat dapat beradaptasi membentuk biotipe baru yang dapat menyerang varietas yang semula tahan (Bahagiawati et al. 1985; Bahagiawati dan Kamandalu 1987; Bahagiawati 1989; Bahagiawati et al. 1989). Penelitian di laboratorium menunjukkan pula bahwa wereng coklat dapat beradaptasi pada varietas tahan IR56 (VUTW3), dan dalam tempo 7-8 generasi mulai mematahkan ketahanan varietas tersebut (Bahagiawati dan Oka 1986a).
Wereng coklat tidak hanya merusak dengan cara mengisap cairan tanaman padi hingga tanaman mengering dan mati (hopperburn), tetapi juga menularkan penyakit virus kerdil rumput (grassy stunt virus) dan kerdil hampa (ragged stunt virus). Kedua penyakit virus ini tidak dapat dikendalikan sehingga tanaman padi gagal panen.
Sejalan dengan perkembangan bioteknologi, telah banyak dihasilkan tanaman-tanaman hasil bioteknologi berupa tanaman transgenik dan pemuliaan tanaman berbasis marka molekuler. Dibanding pemuliaan dengan rekayasa genetik, kelebihan pemuliaan berbasis marka molekuler adalah tidak memerlukan pengkajian keamanan hayati sebelum produk dipasarkan, yang umumnya memerlukan waktu lama dan biaya besar. Produk pemuliaan dengan rekayasa genetik adalah tanaman transgenik, sedangkan produk pemuliaan berbasis marka molekuler tetap dianggap produk pemuliaan konvensional. Kini beberapa perusahaan benih multinasional memakai teknologi marka molekuler dalam pemuliaan tanaman, terutama jagung, kedelai, gandum, kanola, sorgum, dan padi (Pioneer 2011).
Produk pemuliaan dengan bantuan marka molekuler juga telah dihasilkan pada tahun 2001 oleh Badan Litbang Pertanian bersama dengan Asian Rice Biotechnology Network (ARBN), yaitu varietas padi Angke dan Conde yang tahan penyakit hawar daun bakteri dengan potensi hasil 7,5 ton GKG/ha.
Dibanding pemuliaan dengan rekayasa genetik, kelebihan pemuliaan berbasis marka molekuler adalah tidak memerlukan pengkajian keamanan hayati sebelum produk dipasarkan, yang umumnya memerlukan waktu lama dan biaya besar. Produk pemuliaan dengan rekayasa genetik adalah tanaman transgenik, edangkan produk pemuliaan berbasis marka molekuler tetap dianggap produk pemuliaan konvensional.
Produk pemuliaan dengan bantuan marka molekuler juga telah dihasilkan pada tahun 2001 oleh Badan Litbang Pertanian bersama dengan Asian Rice Biotechnology Network (ARBN), yaitu varietas padi Angke dan Conde yang tahan penyakit hawar daun bakteri dengan potensi hasil 7,5 ton GKG/ha.
Kesuksesan pemuliaan tanaman dengan bantuan marka molekuler tidak hanya diperoleh perusahaan multinasional, tetapi juga institusi publik nasional dengan bantuan institusi regional. Hal ini ditunjukkan oleh program perakitan varietas hibrida pearl millet HHB67 tahan downy mildew yang dilepas di India pada tahun 2005.
Peneliti Indonesia bersama dengan peneliti di IRRI, Filipina, berhasil memuliakan varietas IR64 yang semula tidak tahan rendaman menjadi tahan rendaman hanya dalam tempo tiga tahun (Septiningsih et al. 2009).
Manfaat dan Tantangan Pemuliaan dengan Marka Molekuler Perkembangan iptek makin membuka kesempatan bagi pemulia tanaman menggunakan teknologi marka molekuler untuk membantu merakit varietas unggul padi. Perlu diketahui, teknologi marka molekuler tidak berdiri sendiri, tetapi dapat membantu teknik pemuliaan konvensional agar menjadi lebih efisien.
Teknologi pemuliaan dengan bantuan marka molekuler mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pemuliaan konvensional (Peleman dan van der Voort 2003; Edward dan McCouch 2007), antara lain:
1. Teknologi marka molekuler dapat meningkatkan reliabilitas. Hasil seleksi pemuliaan konvensional berdasarkan fenotipe dipengaruhi oleh lingkungan dan interaksi antaralel. Dengan marka molekuler, efek lingkungan, pleiotropi, dan epistatis dapat dihindari.
2. Dengan marka molekuler, seleksi dapat dilakukan pada saat tanaman masih kecil sehingga sangat membantu terutama jika sifat yang diinginkan hanya dapat dilihat apabila tanaman sudah dalam fase generatif.
3. Teknologi marka molekuler dapat mendeteksi hasil persilangan yang linkage drag (sifat yang tidak dinginkan sangat dekat dan terkait erat dengan sifat yang diinginkan). Dengan pemuliaan konvensional, dalam satu kali persilangan akan membawa ribuan gen. Namun dengan teknologi marka molekuler, seleksi dapat dilakukan lebih selektif sehingga cepat diketahui hasil persilangan dengan gen-gen pembawa sifat yang diinginkan saja.
4. Teknologi marka molekuler dapat membedakan hasil persilangan antara yang homozigot dan heterozigot.
5. Dengan teknologi marka molekuler dapat dilakukan pyramiding resistance dengan tepat dan cepat, karena introgresi masing-masing gen pada hasil persilangan dapat ditelusuri.
Manfaat pemuliaan dengan bantuan marka molekuler hanya bisa didapatkan apabila tantangan di bawah ini dapat di atasi:
1. Investasi permulaan sangat besar, baik
dalam hal SDM terlatih maupun fasilitas. SDM diperlukan dalam jumlah banyak untuk proses seleksi dan analisis data molekuler. Fasilitas yang diperlukan adalah laboratorium yang memenuhi syarat dan dilengkapi dengan peralatan canggih dan rumah kaca yang dapat memuat hasil persilangan yang banyak. Di samping itu diperlukan perangkat lunak (software) dan peralatan yang otomatis dan robotik untuk membantu analisis hasil seleksi sehingga dapat dilakukan dengan cepat.
2. Program pemuliaan spesifik komoditas yang kuat (strong breeding program) diperlukan untuk implementasi program pemuliaan berbasis marka molekuler. Teknologi marka molekuler tidak untuk menggantikan teknologi pemuliaan konvensional, tetapi hanya membantu sehingga hasilnya lebih akurat, efisien, dan cepat. Dalam hal ini diperlukan sistem pemuliaan konvensional yang telah berjalan dengan baik yang kemudian dilengkapi dengan sistem pemuliaan molekuler.
3. Memerlukan sumber plasma nutfah yang sangat banyak sehingga dapat memilih tetua dengan sifat yang diinginkan dan memungkinkan dilakukan seleksi terhadap hasil persilangan dengan marka molekuler.
4. Memerlukan koleksi marka molekuler dalam jumlah banyak yang terkait dengan sifat yang diinginkan.
5. Memerlukan sistem pemeliharaan tanaman di rumah kaca agar tanaman tumbuh cepat dan subur, sehingga dalam satu tahun dapat dilakukan penanaman 3-4 kali.
6. Penelitian berbasis marka molekuler umumnya bersiklus singkat karena dilakukan pada tahap molekul. Oleh karena itu, penelitian bersifat dinamis dan fleksibel. Penelitian berbasis bioteknologi memerlukan bahan kimia yang beragam dan biasanya berumur pakai pendek. Oleh karena itu, sistem pengadaan bahan kimia juga harus cepat dan fleksibel.
Terobosan Teknologi Marka Molekuler dalam Pengendalian Wereng Coklat
Teknologi marka molekuler dapat dipakai dalam pengendalian wereng coklat yang dapat beradaptasi dengan varietas tahan.
Perakitan VUTW pada awalnya dilakukan dengan teknik pemuliaan konvensional (Suwito et al. 1983). Dengan teknik ini dibuat banyak kombinasi persilangan sehingga menghasilkan puluhan ribu materi hasil persilangan yang harus diseleksi selama beberapa generasi tanaman. Seleksi dilakukan berdasarkan marka morfologi (fenotipe).
Puluhan varietas tahan wereng coklat telah berhasil dirakit dengan cara konvensional, namun hanya beberapa yang dikembangkan petani, antara lain PB26, PB36, PB42, Cisadane, IR64, dan Ciherang.
Teknologi marka molekuler dapat dipakai untuk pemuliaan varietas tahan wereng coklat. Kini telah dilakukan pemetaan molekuler dari gen Bph (gen tahan wereng coklat) dan telah diidentifikasi 21 gen tanaman padi tahan wereng coklat. Dengan bantuan marka molekuler, sebagian besar gen-gen tahan tersebut telah dipetakan letaknya pada kromosom padi tahan wereng coklat (Brar et al. 2009). Beberapa gen tahan yang telah dipetakan berasal dari jenis padi liar, seperti Oryza officinalis dan O. australiensis, dan beberapa di antaranya telah dimasukkan ke dalam tanaman padi domestik/kultivasi (Brar et al. 2009).
Di Indonesia telah dilakukan uji ketahanan berbagai jenis padi liar dan beberapa di antaranya tahan terhadap populasi/ biotipe wereng coklat (Abdullah et al. 2004). Varietas IR64 dan Ciherang telah rentan terhadap wereng coklat. Dengan bantuan teknologi marka molekuler, kedua varietas dapat dimuliakan kembali dengan memperbaiki ketahanannya terhadap wereng coklat dengan menambahkan gen Bph3 dan gen tahan wereng coklat lainnya.
Penelitian struktur populasi serangga hama dengan teknologi marka molekuler telah dilakukan pada beberapa hama tanaman (Bahagiawati et al. 2006). Kini telah tersedia 37 sekuen expressed sequence tags (EST) dari gen gen yang terekspresi pada 18 jaringan tubuh wereng coklat (Noda 2009). Sekuen tersebut dapat dimanfaatkan untuk membuat marka mikrosatelit, yang potensial digunakan sebagai sidik jari DNA wereng coklat untuk mempelajari struktur populasi dan pola penyebarannya.
Pengembangan kerja sama penelitian dan alih teknologi antara perusahaan benih multinasional yang telah sukses menerapkan teknologi marka molekuler dengan institusi publik untuk membuat program dan meningkatkan kapasitas SDM sangat diperlukan guna mendukung pengembangan bioteknologi pertanian yang aplikatif dan berkelanjutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar