KONTRIBUSI
TEKNOLOGI MARKA MOLEKULER
DALAM PENGENDALIAN
WERENG COKLAT
Di kutip dari :
Bahagiawati
Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian
Jalan Tentara
Pelajar No. 3A, Bogor 16111
e-mail: bb_biogen@litbang.deptan.go.id
Telp. (0251)
8337975, 8339793; Faks. (0251) 8338820
Jurnal Pengembangan
Inovasi Pertanian 5(1) , 2012 :1-18
Wereng coklat
merupakan hama yang sering merusak tanaman padi di Indonesia, dengan luas
serangan yang berfluktuasi dari tahun ke tahun sejak tahun 1970-an hingga
sekarang dan menimbulkan kerugian yang cukup besar, terutama pada saat terjadi
ledakan serangan. Dalam upaya pengendalian hama ini pemerintah mengembangkan Pengendalian
Hama Terpadu (PHT) yang terbukti dapat meredam eksplosi wereng coklat. Komponen
utama PHT wereng coklat adalah penanaman varietas unggul tahan wereng (VUTW) .
Peningkatan
populasi dan penyebaran wereng coklat yang relatif cepat disebabkan oleh siklus
hidup yang pendek, yaitu sekitar 25 hari, daya reproduksi yang tinggi dapat
menghasilkan 300 anak per betina (Bahagiawati 1986).
Pada era
revolusi hijau (1969-1973) wereng coklat mulai menjadi hama penting, yang
diidentifikasi sebagai biotipe 1, dengan luas serangan mencapai puluhan ribu
hektare dan hanya dikendalikan dengan insektisida (Oka dan Bahagiawati 1983a).
Pada tahun
1974-1983 an wereng coklat mampu beradaptasi dengan varietas tahan dan
insektisida, sehingga luas serangan meningkat menjadi ratusan ribu hektare.
Pengendalian serangan diupayakan dengan penanaman varietas unggul tahan wereng
coklat biotipe 1 (VUTW1), seperti PB26 dan PB28 secara monokultur.
Pada tahun
2009 dan 2010 terjadi peningkatan serangan wereng coklat di Jawa, masing-masing
mencapai 47.473 ha dan 103.000 ha (Baehaki 2010a; Bahagiawati 2010; Harsono
2010; Baehaki 2011). Varietas padi yang diserang umumnya yang sedang populer di
petani, seperti IR64 dan Ciherang. Wereng coklat yang menyerang adalah biotipe
3 dan 4 (Bahagiawati dan Rijzaani 2006; Baehaki dan Widiarta 2009).
Kondisi
tersebut membuktikan kembali pentingnya perakitan VUTW secara berkesinambungan
sesuai dengan biotipe wereng coklat yang berkembang di lapangan. Teknologi
marka molekuler dapat diterapkan untuk membantu perakitan varietas unggul
populer dengan menambahkan gen tahan wereng coklat melalui metode marker
assisted backcrossing (MABC) atau seleksi silang-balik dengan marka
molekuler.
Wereng coklat
dapat beradaptasi membentuk biotipe baru yang dapat menyerang varietas yang
semula tahan (Bahagiawati et al. 1985; Bahagiawati dan Kamandalu 1987;
Bahagiawati 1989; Bahagiawati et al. 1989). Penelitian di laboratorium
menunjukkan pula bahwa wereng coklat dapat beradaptasi pada varietas tahan IR56
(VUTW3), dan dalam tempo 7-8 generasi mulai mematahkan ketahanan varietas tersebut
(Bahagiawati dan Oka 1986a).
Wereng coklat
tidak hanya merusak dengan cara mengisap cairan tanaman padi hingga tanaman
mengering dan mati (hopperburn), tetapi juga menularkan penyakit virus
kerdil rumput (grassy stunt virus) dan kerdil hampa (ragged stunt virus).
Kedua penyakit virus ini tidak dapat dikendalikan sehingga tanaman padi gagal panen.
Sejalan dengan
perkembangan bioteknologi, telah banyak dihasilkan tanaman-tanaman hasil
bioteknologi berupa tanaman transgenik dan pemuliaan tanaman berbasis marka
molekuler. Dibanding pemuliaan
dengan rekayasa genetik, kelebihan pemuliaan berbasis marka molekuler adalah
tidak memerlukan pengkajian keamanan hayati sebelum produk dipasarkan, yang
umumnya memerlukan waktu lama dan biaya besar. Produk pemuliaan dengan rekayasa
genetik adalah tanaman transgenik, sedangkan produk pemuliaan berbasis marka
molekuler tetap dianggap produk pemuliaan konvensional. Kini beberapa perusahaan
benih multinasional memakai teknologi marka molekuler dalam pemuliaan tanaman,
terutama jagung, kedelai, gandum, kanola, sorgum, dan padi (Pioneer 2011).
Produk
pemuliaan dengan bantuan marka molekuler juga telah dihasilkan pada tahun 2001
oleh Badan Litbang Pertanian bersama dengan Asian Rice Biotechnology Network
(ARBN), yaitu varietas padi Angke dan Conde yang tahan penyakit hawar daun
bakteri dengan potensi hasil 7,5 ton GKG/ha.
Dibanding
pemuliaan dengan rekayasa genetik, kelebihan pemuliaan berbasis marka molekuler
adalah tidak memerlukan pengkajian keamanan hayati sebelum produk dipasarkan,
yang umumnya memerlukan waktu lama dan biaya besar. Produk pemuliaan dengan
rekayasa genetik adalah tanaman transgenik, edangkan produk pemuliaan berbasis marka
molekuler tetap dianggap produk pemuliaan konvensional.
Produk pemuliaan
dengan bantuan marka molekuler juga telah dihasilkan pada tahun 2001 oleh Badan
Litbang Pertanian bersama dengan Asian Rice Biotechnology Network (ARBN), yaitu
varietas padi Angke dan Conde yang tahan penyakit hawar daun bakteri dengan
potensi hasil 7,5 ton GKG/ha.
Kesuksesan
pemuliaan tanaman dengan bantuan marka molekuler tidak hanya diperoleh
perusahaan multinasional, tetapi juga institusi publik nasional dengan bantuan institusi
regional. Hal ini ditunjukkan oleh program perakitan varietas hibrida pearl
millet HHB67 tahan downy mildew yang dilepas di India pada tahun
2005.
Peneliti Indonesia
bersama dengan peneliti di IRRI, Filipina, berhasil memuliakan varietas IR64 yang
semula tidak tahan rendaman menjadi tahan rendaman hanya dalam tempo tiga tahun
(Septiningsih et al. 2009).
Manfaat dan
Tantangan Pemuliaan dengan Marka Molekuler Perkembangan iptek makin membuka
kesempatan bagi pemulia tanaman menggunakan teknologi marka molekuler untuk
membantu merakit varietas unggul padi. Perlu diketahui, teknologi marka
molekuler tidak berdiri sendiri, tetapi dapat membantu teknik pemuliaan
konvensional agar menjadi lebih efisien.
Teknologi
pemuliaan dengan bantuan marka molekuler mempunyai kelebihan dibandingkan
dengan pemuliaan konvensional (Peleman dan van der Voort 2003; Edward dan
McCouch 2007), antara lain:
1. Teknologi
marka molekuler dapat meningkatkan reliabilitas. Hasil seleksi pemuliaan
konvensional berdasarkan fenotipe dipengaruhi oleh lingkungan dan interaksi
antaralel. Dengan marka molekuler, efek lingkungan, pleiotropi, dan epistatis
dapat dihindari.
2. Dengan
marka molekuler, seleksi dapat dilakukan pada saat tanaman masih kecil sehingga
sangat membantu terutama jika sifat yang diinginkan hanya dapat dilihat apabila
tanaman sudah dalam fase generatif.
3. Teknologi
marka molekuler dapat mendeteksi hasil persilangan yang linkage drag (sifat
yang tidak dinginkan sangat dekat dan terkait erat dengan sifat yang
diinginkan). Dengan pemuliaan konvensional, dalam satu kali persilangan akan
membawa ribuan gen. Namun dengan teknologi marka molekuler, seleksi dapat
dilakukan lebih selektif sehingga cepat diketahui hasil persilangan dengan
gen-gen pembawa sifat yang diinginkan saja.
4. Teknologi
marka molekuler dapat membedakan hasil persilangan antara yang homozigot dan
heterozigot.
5. Dengan
teknologi marka molekuler dapat dilakukan pyramiding resistance dengan
tepat dan cepat, karena introgresi masing-masing gen pada hasil persilangan
dapat ditelusuri.
Manfaat
pemuliaan dengan bantuan marka molekuler hanya bisa didapatkan apabila tantangan
di bawah ini dapat di atasi:
1. Investasi
permulaan sangat besar, baik
dalam hal SDM
terlatih maupun fasilitas. SDM diperlukan dalam jumlah banyak untuk proses
seleksi dan analisis data molekuler. Fasilitas yang diperlukan adalah
laboratorium yang memenuhi syarat dan dilengkapi dengan peralatan canggih dan
rumah kaca yang dapat memuat hasil persilangan yang banyak. Di samping itu diperlukan
perangkat lunak (software) dan peralatan yang otomatis dan robotik untuk
membantu analisis hasil seleksi sehingga dapat dilakukan dengan cepat.
2. Program
pemuliaan spesifik komoditas yang kuat (strong breeding program) diperlukan
untuk implementasi program pemuliaan berbasis marka molekuler. Teknologi marka
molekuler tidak untuk menggantikan teknologi pemuliaan konvensional, tetapi
hanya membantu sehingga hasilnya lebih akurat, efisien, dan cepat. Dalam hal
ini diperlukan sistem pemuliaan konvensional yang telah berjalan dengan baik yang
kemudian dilengkapi dengan sistem pemuliaan molekuler.
3. Memerlukan
sumber plasma nutfah yang sangat banyak sehingga dapat memilih tetua dengan
sifat yang diinginkan dan memungkinkan dilakukan seleksi terhadap hasil
persilangan dengan marka molekuler.
4. Memerlukan
koleksi marka molekuler dalam jumlah banyak yang terkait dengan sifat yang
diinginkan.
5. Memerlukan
sistem pemeliharaan tanaman di rumah kaca agar tanaman tumbuh cepat dan subur,
sehingga dalam satu tahun dapat dilakukan penanaman 3-4 kali.
6. Penelitian
berbasis marka molekuler umumnya bersiklus singkat karena dilakukan pada tahap
molekul. Oleh karena itu, penelitian bersifat dinamis dan fleksibel. Penelitian
berbasis bioteknologi memerlukan bahan kimia yang beragam dan biasanya berumur pakai
pendek. Oleh karena itu, sistem pengadaan bahan kimia juga harus cepat dan
fleksibel.
Terobosan
Teknologi Marka Molekuler dalam Pengendalian Wereng Coklat
Teknologi
marka molekuler dapat dipakai dalam pengendalian wereng coklat yang dapat
beradaptasi dengan varietas tahan.
Perakitan VUTW
pada awalnya dilakukan dengan teknik pemuliaan konvensional (Suwito et al. 1983).
Dengan teknik ini dibuat banyak kombinasi persilangan sehingga menghasilkan
puluhan ribu materi hasil persilangan yang harus diseleksi selama beberapa
generasi tanaman. Seleksi dilakukan berdasarkan marka morfologi (fenotipe).
Puluhan
varietas tahan wereng coklat telah berhasil dirakit dengan cara konvensional, namun
hanya beberapa yang dikembangkan petani, antara lain PB26, PB36, PB42,
Cisadane, IR64, dan Ciherang.
Teknologi
marka molekuler dapat dipakai untuk pemuliaan varietas tahan wereng coklat.
Kini telah dilakukan pemetaan molekuler dari gen Bph (gen tahan wereng coklat)
dan telah diidentifikasi 21 gen tanaman padi tahan wereng coklat. Dengan bantuan
marka molekuler, sebagian besar gen-gen tahan tersebut telah dipetakan letaknya
pada kromosom padi tahan wereng coklat (Brar et al. 2009). Beberapa gen
tahan yang telah dipetakan berasal dari jenis padi liar, seperti Oryza
officinalis dan O. australiensis, dan beberapa di antaranya telah
dimasukkan ke dalam tanaman padi domestik/kultivasi (Brar et al. 2009).
Di Indonesia
telah dilakukan uji ketahanan berbagai jenis padi liar dan beberapa di
antaranya tahan terhadap populasi/ biotipe wereng coklat (Abdullah et al. 2004). Varietas IR64 dan
Ciherang telah rentan terhadap wereng coklat. Dengan bantuan teknologi marka
molekuler, kedua varietas dapat dimuliakan kembali dengan memperbaiki ketahanannya
terhadap wereng coklat dengan menambahkan gen Bph3 dan gen tahan wereng coklat
lainnya.
Penelitian
struktur populasi serangga hama dengan teknologi marka molekuler telah
dilakukan pada beberapa hama tanaman (Bahagiawati et al. 2006). Kini telah tersedia
37 sekuen expressed sequence tags (EST) dari gen gen yang terekspresi
pada 18 jaringan tubuh wereng coklat (Noda 2009). Sekuen tersebut dapat
dimanfaatkan untuk membuat marka mikrosatelit, yang potensial digunakan sebagai
sidik jari DNA wereng coklat untuk mempelajari struktur populasi dan pola
penyebarannya.
Pengembangan
kerja sama penelitian dan alih teknologi antara perusahaan benih multinasional
yang telah sukses menerapkan teknologi marka molekuler dengan institusi publik
untuk membuat program dan meningkatkan kapasitas SDM sangat diperlukan guna
mendukung pengembangan bioteknologi pertanian yang aplikatif dan berkelanjutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar